Di jaman modern ini kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi. Media massa sebagai alat sosial, politik, budaya dan institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Namun, sayangnya fungsi media ini mulai tergeser karena perusahaan-perusahaan yang mengelola media mulai lebih mementingkan kepentingan bisnis mereka karena semakin ketat pula persaingan dalam dunia bisnis.
Konglomerasi media adalah seluruh usaha atau bisnis yang menyatukan semua media dengan visi dan misi yang sama pula untuk menjadi lebih besar demi menjalankan agendanya. Konglomerasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada masyarakat.
Sejumlah kalangan mengaku sangat khawatir dengan perkembangan konglomerasi dalam kepemilikan media massa belakangan ini di Indonesia. Mereka meyakini, konglomerasi kepemilikan itu sudah sampai pada tahap mengancam kebebasan pers. Keberadaan konglomerasi perusahaan media massa juga dianggap tidak memberi banyak kontribusi pada perlindungan dan peningkatan kesejahteraan para pekerja pers.
Kepemilikan berbagai macam perusahaan media massa, baik cetak, online, maupun elektronik, oleh satu konglomerat tertentu diyakini membatasi hak publik dalam memperoleh keberagaman informasi, pemberitaan, dan pandangan, yang sangat diperlukan dalam konteks berdemokrasi. Beberapa media mulai bergabung di bawah satu perusahaan media yang berfungsi sebagai induk dalam pengawasan produksi dan reproduksi media tersebut.
Setidaknya ada tiga kelompok konglomerasi media. Konglomerasi media pertama adalah PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo yang membawahi MNC TV, RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), dan Global TV (PT Global Informasi Bermutu).
Kelompok kedua berada di bawah PT Bakrie Brothers (Group Bakrie) yang dipimpin oleh Anindya N. Bakrie, anak menteri dan pengusaha kontroversial, Aburizal Bakrie. Grup Bakrie ini membawahi ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) yang kini berbagi saham dengan STAR TV (News Corps), menguasai 20% saham) dan TV ONE.
Kelompok yang ketiga adalah PT Trans Corpora (Grup Para). Grup ini membawahi Trans TV (PT Televisi Transformasi Indonesia) dan Trans-7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).
Ketiga televisi swasta lainnya, yakni SCTV, Metro TV dan Indosiar, berdiri sebagai perusahaan sendiri. Saat ini, SCTV dan Indosiar dalam proses evaluasi untuk merger dalam grup Surya Citra Media.
Konglomerasi media untuk kedepannya diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kebebasan pula untuk pers dalam menyampaikan berita. Sehingga tidak hanya sebagai peluang bisnis bagi konglomerat-konglomerat yang berkuasa tetapi juga sebagai media yang mampu mencerdaskan masyarakat atau siapapun yang membaca berita-berita di dalamnya.
Konglomerasi media untuk kedepannya diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kebebasan pula untuk pers dalam menyampaikan berita. Sehingga tidak hanya sebagai peluang bisnis bagi konglomerat-konglomerat yang berkuasa tetapi juga sebagai media yang mampu mencerdaskan masyarakat atau siapapun yang membaca berita-berita di dalamnya.
Sumber : http://www.kompasiana.com/shulhan/konglomerasi-media-di-indonesia_550124c7a33311a872512f09
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/03/21451329/Konglomerasi.Media.Massa.Ancam.Kebebasan.Pers
0 komentar:
Post a Comment