Sunday, June 4, 2017

Media tampil dalam bentuk komersial paling mudah dilihat saat pemilu, yang  dimana selalu terjadi perdebatan antar para tokoh yang memiliki kepentingan-kepentingan politik . Politisi dan pemilik media secara terbuka berkolaborasi memanfaatkan media untuk melakukan berbagai strategi mengekspresikan kepentingan pribadi atau kelompoknya lewat media. Dari sekadar pencitraan politik hingga modus-modus pembentukan opini untuk memilih atau tidak memilih kandidat tertentu yang menjadi kawan atau lawan politiknya.
Diskusi tentang pemanfaatan media untuk kepentingan politik sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Di Amerika Serikat, kemenangan Presiden John F. Kennedy atas lawannya Richard Nixon di tahun 1960, selalu dikaitkan dengan keberhasilan sang presiden mempopulerkan dirinya melalui televisi, debat kampanye yang pada saat itu berlangsung melalui televisi telah membuat jutaan rakyat Amerika Serikat berbondong-bondong datang untuk memberikan suara mereka pada Kennedy.
Namun akibat dari adanya media komersial ini dapat secara tidak langsung mempersempit ruang pemberitaan. Kondisi ini berimplikasi pada langkanya isu-isu publik yang mestinya bisa diangkat media. Dengan kata lain, masuknya agenda pemilik mau tidak mau menggeser berita-berita penting lainnya yang relevan dan signifikan bagi publik. Dalam situasi semacam ini, publik dirugikan karena minimnya informasi berkualitas yang relevan bagi kehidupan mereka. Jika berbicara dalam konteks pemilu, penyalahgunaan media telah merampas hak publik untuk memperoleh informasi pemilu yang lebih beragam, karena tayangan di media yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk tayangan-tayangan yang informatif, justru diisi oleh wajah-wajah para pemilik stasiun TV, capres dan cawapres yang didukung, serta partai politik dari kelompok kepentingan mereka. Pada akhirnya, sebagian media arus utama cenderung tidak lagi bisa diandalkan kredibilitasnya dalam menyampaikan informasi.
Regulasi di Indonesia sebenarnya telah mengatur penyalahgunaan stasiun televisi untuk kepentingan pemilu ini dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain melangar UU, tayangan kampanye politik dengan beragam modus juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012, yang dikeluarkan oleh KPI. Dalam pasal 11 ayat 2.
Image result for uu pertelevisian
Aturan di atas kertas bisa jadi cukup tegas, namun penegakan dan pemberian sanksi atas pelanggaran aturan dalam praktiknya seringkali tidak sejalan. Terbukti dari ketidakberdayaan regulator memberikan sanksi tegas kepada pengelola televisi pelanggar aturan main pemilu. Pada kondisi demikian, kehadiran media komunitas sangat penting dalam diskusi mengenai demokratisasi media di masa pemilihan umum, terlebih di tengah tatanan media di Indonesia yang sangat didominasi swasta sebagai arus utama. Terlalu dominannya lembaga penyiaran swasta yang tunduk pada rating dan kepentingan pemilik telah terbukti dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Oleh karena itu, lembaga penyiaran swasta memerlukan penyeimbang, yakni media komunitas.
Image result for zack snyder
Jack Snyder (2003) melihat peran positif yang dapat dimainkan media komunitas, seperti sebagai pendidik, pengidentifikasi masalah, penyedia forum, dan penguat (revitalitator) sosiokultural bagi komunitas, yang juga sejalan dengan prinsip-prinsip good local governance seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas di tingkat komunitas. Partisipasi berarti adanya peran aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan. Transparansi didasarkan pada adanya mekanisme penjaminan akses umum bagi pengambilan keputusan. Sedangkan akuntabilitas menyatakan keputusan dan hasil akhir dari keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Image result for komunitas
Media komunitas pada dasarnya memainkan peran yang hampir sama dengan media massa pada umumnya, hanya saja wilayahnya yang terbatas. Terbatasnya jangkauan media komunitas ini justru diharapkan dapat memberikan layanan yang lebih spesifik dan membuka partisipasi penuh kepada para komunitas karena media ini merupakan refleksi dari apa yang hanya menjadi kebutuhan komunitasnya. Ini berbeda dengan media swasta komersial yang selalu menggunakan logika besaran jumlah penduduk dan potensi ekonomi untuk membuka jaringannya. Akibatnya, daerah-daerah yang miskin dan secara ekonomi tidak menguntungkan tidak akan dilayanani media swasta.
Image result for radio komunitas
Kehadiran radio komunitas memberi kontribusi pada pelaksanaan demokratisasi di tingkat pedesaan. Sejumlah peran demokratis dibawa oleh lembaga penyiaran komunitas seperti memberi kesempatan masyarakat untuk mengontrol pemerintah setempat, memaksa adanya transparansi, pertanggungjawaban dari pemerintah kepada masyarakat, serta mengontrol pemilihan kepala desa secara terbuka.
Dengan kehadiran media komunitas, masyarakat bisa melakukan kontrol sendiri (self controlling) terhadap isi media, sehingga pengelola media komunitas, tidak bisa sewenang-wenang menampilkan isi media yang tidak sesuai dengan nilai, aturan, maupun budaya komunitas.
Image result for demokratis media
Selain berkontribusi dalam menjaga proses demokratisasi pada komunitas, di satu sisi, media komunitas juga berpotensi membawa membuat media beranjak dari pola pemberitaan yang hanya mengikuti agenda setting media arus utama dan  gagal menjaga jarak serta ikut larut secara emosional dengan dinamika kompetisi berita politik di media arus utama, akibatnya liputan menjadi kurang sesuai dengan kebutuhan spesifik warga.
Menjawab tantangan ini, pengelola media komunitas harus melakukan penguatan internal, khususnya dalam menghadapi rangkaian pemilu. Penguatan tersebut dimulai dari proses rekrutmen media komunitas yang ditugaskan secara khusus menjadi pewarta pemilu. Selanjutnya mereka diberi pelatihan tentang pengetahuan dasar dalam meliput dan memberitakan pemilu yang disesuaikan dengan format media maupun kekhasan dan kebutuhan komunitasnya, yang dapat diperoleh dari pengetahuan pengelola media komunitas dan masyarakat sekitar mengenai informasi apa yang mereka butuhkan terkait pemilu di wilayahnya.
Dalam kaitan ini, yang perlu disampaikan dalam media adalah informasi umum, sederhana dan bermanfaat yang perlu disampaikan, seperti tata cara pemilu, profil kandidat, bentuk-bentuk pelanggaran pemilu, lokasi TPS, jadwal pencoblosan, cara menjadi saksi/relawan, pengurusan hak pilih bagi yang belum terdaftar, serta informasi-informasi ringan seputar pemilu yang melibatkan narasumber dari masyarakat, tokoh masyarakat, panitia pemungutan suara, dan aparat setempat.
Secara singkat perbedaan dari radio/tv komunitas dengan radio/tv komersial adalah sebagai berikut:
            ASPEK          
RADIO-TV
KOMERSIAL
RADIO-TV
KOMUNITAS
Investasi
Swasta
Iuran anggota Komunitas
Biaya Operasional
Iklan
Iuran komunitas, hibah/bantuan tidak mengikat
Misi
Mencari Keuntungan
Pelayanan pada Komunitas
Sasaran
Segmented/kelompok masyarakat yg dianggap potensial
Anggota komunitas
Jangkauan Siaran
Terbatas pada wilayah tertentu
Sangat terbatas
Orientasi materi siaran
Memenuhi keinginan khalayak
(mass culture)
Memenuhi kepentingan komunitas
Pengelolaan
Profesional
Semi profesional
(sukarelawan)
Supervisi dan kontrol program
Owner
Anggota komunitas
Indikator keberhasilan
Laba perusahaan (finansial)
Terpeliharanya kebudayaan komunitas yang bersangkutan
Pertanggungjawaban kepada
Owner
Anggota komunitas







SUMBER:
Suhardi, S. S. (2009). Sosiologi 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI. [e-book]. Diakses melalui https://www.scribd.com/doc/89227661/Kelas-XI-SMA-IPS-Sosiologi-2-Suhardi

Suryandaru, Yayan. (2013). Hand out lembaga penyiaran komersial. Diakses melalui http://yayan-s-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-70836-media-Hand%20Out%20Lembaga%20Penyiaran%20Komersial.html

Yusuf, Iwan. (2016). Media komunitas dalam pemilu: ketika media Aaus utama tak lagi dipercaya. Diakses melalui https://pr2media.or.id/media-komunitas-dalam-pemilu-ketika-media-arus-utama-tak-lagi-dipercaya/











0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Popular Posts