· Teori
Komunikasi Massa Klasik
- Teori
Peluru / Jarum Suntik
Teori yang di kembangkan oleh Willbur Schramm sekitar tahun 1950an ini
merupakan teori media massa pertama yang mengasumsikan bahwa media massa yang
dimaksud dengan komunikator lebih baik dari khalayak (komunikan). Penyampaian
pesan satu arah dan efek kuat terhadap komunikan merupakan ciri teori ini yang
memiliki pengaruh langsung, segera dan juga dapat menentukan khalayak. Media
massa disini diibaratkan dengan jarum suntik yang berfungsi untuk menyuntik
khalayak pasif yang dianggap hanya sekumpulan orang yang mudah dipengaruhi
sehingga pesan yang disampaikan akan diterima. Hal ini membuktikan bahwa peran
media memang sangat kuat terhadap komunikan karena pesan yaang sisampaikan
secara langsung memiliki efek kuat.
Contoh kasus dari teori ini dapat kita buktikan dari kasus ini
1. The
Invasion from Mars.
Wilbur Schramm pada tahun 1950-an telah
membuktikan teori ini yang efeknya terlihat jelas terhadap khayalak saat penyiaran
kaleidoskop stasiun radio CBS di Amerika yang berjudul The Invasion from Mars oleh Orson Welles yang sedang
melakukan siaran radio tentang adanya invasi mahkluk asing dari planet Mars yang menyebabkan
ribuan orang Amerika panic dan heboh. Teori ini menunjukkan adanya
kekuatan yang dimiliki media sangatlah besar sehingga khalayak/komunikan
dianggap tidak mengetahui apa-apa dan media menjadi sumber pengetahuan. Seorang
komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang dapat mempengaruhi
khalayak yang tidak berdaya (pasif).
- Teori
Kultivasi (George Gerbner)
Teori yang dikembangkan oleh George Gerbner ini
merupakan bagian dari teori komunikasi yang membahas efek dari komunikasi massa
yang dibuat untuk meyakinkan orang bahwa efek dari media massa bersifat
kumulatif dan lebih berdampak pada tatanan sosial budaya dari pada individual.
Teori ini menganggap televisi menjadi alat utama untuk dijadikan penonton
belajar tentang masyarakat dan budaya dilingkungannya dengan kata lain
persepsi penonton tentang kedua hal tersebut ditentukan oleh televisi.
Mereka dapat melihat dan mempelajari dunia, kebudayaannya, adat, tradisi dan
juga orang-orang di luar sana.
3 asumsi yang mendasari teori ini
- Televisi secara esensi dan mendasar berbeda dengan
bentuk media massa lainnya.
- Televisi membentuk cara berpikir dan membuat kaitan
dari masyarakat kita.
- Pengaruh dari Televisi terbatas.
Teori kultivasi tidak dikembangkan untuk mempelajari
efek yang ditargetkan dan spesifik (Miller, 2005: 282) misalnya seperti saat
anak-anak yang menonton superhero akan mencoba untuk terbang dengan melompat
keluar jendela melainkan dampak dari televisi secara menyeluruh yaitu dengan
bagaimana penonton melihat realitas dimana mereka hidup. Gerbner, Gross, Morgan, & Signorielli (1986) berpendapat bahwa meskipun
agama atau pendidikan sebelumnya telah berpengaruh besar pada tren sosial dan
adat istiadat, namun pada kenyataannya televisilah yang sekarang ini merupakan sumber gambaran yang paling luas dan paling berpengaruh
dalam hidup karna televisi merupakan gambaran dari
lingkungan umum kehidupan masyarakat.
Kemudian dalam Teori Kultivasi
dijelaskan bahwa ada 2 tipe penonton televisi
(1) Heavy
Viewers (penonton berat)
Mereka yang menonton televisi lebih dari 4 jam setiap harinya.
(2) Light Viewers (penonton
ringan)
Mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
Teori kultivasi berlaku pada heavy viewers karena mereka telah mempunyai
persepsi
tentang
dunia berdasarkan apa yang mereka lihat dan terjadi di televisi. Misalkan saja
seperti:
- Sinetron
yang menayangkan kekerasan dalam rumah tangga yang hanya setting-an
saja namun mereka telah berpikiran bahwa perkelahian dalam rumah tangga pada
dunia nyata adalah seperti sinetron.
- Berita
kriminal biasanya identik terjadi di gang-gang gelap dan pada kehidupan nyata,
saat kita mau berjalan melintasi gang-gang gelap kita akan lebih berhati-hati
dan waspada karena kita telah berpikiran bahwa akan terjadi sebuah aksi
kriminal.
- Agenda Setting
Teori ini dicetuskan oleh
Maxwell, Mc Combs dan Donald Shaw. Mereka percaya bahwa media massa mempunyai
kemampuan unntuk mentransfer arti-arti penting pada agenda berita mereka untuk
agenda piblik. Teori yang menyatakan bahwa media massa
berlaku sebagai penentu kebenaran dan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan
informasi kedalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik
serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.
Agenda setting adalah bagaimana mereka dapat membentuk
bahan pembicaraan atau opini publik sehingga media dapat menciptakan isu yang
dianggap penting oleh publik/khalayak. Khalayak menilai itu penting karena
media berkawa bahwa hal itu penting maka media tidak menceritakan apa yang
khalayak pikirkan melainkan memberikan gambaran tentang apa yang harus
dipikirkan oleh khalayak dan bahkan memberikan arahan tentang apa yang harus
dilakukan khalayak. Orang yang membiarkan media membentuk pemikirannya adalah orang
yang membutuhkan orientasi dan kebutuhan itu muncul dari relevansi yang tinggi
dan adanya ketidakpastian.
Ada dua asumsi yang
mendasari teori ini :
(1). pers dan media tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya, melainkan
mereka membentuk dan mengkonstruk realitas tersebut.
(2). media menyediakan beberapa isu dan memberikan penekanan lebih kepada isu
tersebut yang selanjutnya memberikan kesempatan kepada publik untuk menentukan
isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu lainnya
Teori agenda setting
memiliki tiga dimensi utama, berupa:
- Agenda media: Berpusat bagaimana media mengeksploitasi atau mengarahkan berita dan informasi secara terus menerus kepada massa.
Berita yang diberikan kepada khalayak merupakan berita yang penting bagi
mereka. Lalu, apakah menjadi headline atau tidak.
- Framing:Proses seleksi dari berbagai realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dari aspek lainnya. Framing dilakukan oleh media dengan menayangkan suatu berita terus
menerus sehingga muncul agenda publik.
- Agenda
kahalayak/publik berpusat pada informasi dan berita yang terus menerus diterima
oleh publik sehingga menimbulkan perhatian tersendiri pada publik.
- Agenda kebijakan:Bagaimana akhirnya berita dan informasi tersebut mempengaruhi kebijakan publik atau kebijakan pemerintah.
-
Teori Kegunaan dan Gratifikasi (USES AND GRATIFICATION)
Teori ini merupakan perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi Abraham
Maslow. Maslow menyatakan bahwa orang secara aktif berusaha untuk memenuhi
hierarki kebutuhannya. Keaktifan manusia dalam upaya mmenuhi kebutuhan
hidupnya ini sesuai dengan ide dalam kajian mengenai bagaimana manusia
mengonsumsi komunikasi massa.
Teori kegunaan dan gratifikasi ini menjelaskan apa yang dilakukan seseorang
terhadap media, bukan apa yang dilakukan media terhadap seseorang. Anggota
khalayak dianggap sebagai pihak yang aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya. Teori ini menyatakan bahwa media memiliki pengaruh yang terbatas
karena pengguna mampu memilih dan mengendalikan. Orang memiliki kesadaran atas
pilihannya, dan mereka mampu memahami dan menyatakan alasan mereka menggunakan
media. Keterbatasan media ini dijabarkan dalam dua pendekatan, antara lain
sebagai berikut.
1. Perspektif perbedaan individu melihat
kekuatan media dibatasi oleh faktor-faktor personal seperti kecerdasan dan
penghargaan diri.
2. Model kategori sosial melihat
kekuatan media terbatas oleh asosiasi anggota khalayak dan afiliasi kelompok.
Menurut teori ini, orang memanfaatkan media sesuai dengan kebutuhannya.
Orang-orang memanfaatkan media untuk tujuan tertentu (kegunaan),
orang-orang menentukan sendiri apa yang ingin mereka konsumsi dari media (kesengajaan),
dan orang-orang memilih acara yang sesuai dengan selera mereka (selektivitas).
Bertolak dari asumsi diatas, media memiliki beberapa manfaat yang
menggambarkan kategori kepuasan yang berasal dari penggunaan media antara lain:
1. Pengalihan (diversion) merujuk
pada penggunaan media sebagai pengalihan atau sebagai pelarian diri dari
rutinitas dan permasalahan.
2. Hubungan personal (personal relationship) merujuk
pada penggunaan media sebagai pengganti teman.
3. Identitas personal (personal identity) merujuk
pada penggunaan media untuk menekankan nilai-nilai individu.
4. Pengawasan (surveillance) merujuk pada
penggunaan media untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Teori Komunikasi Massa Kritis
Teori kritis merupakan anak cabang
pemikiran Marxis dan sekaligus cabang Marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx (Frankfurter Schule). Cara
dan ciri pemikiran aliran Frankfurt disebut ciri teori kritik masyarakat “eine
Kritische Theorie der Gesselschaft”. Teori ini mau mencoba memperbaharui dan
merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi
modern. Ciri khas dari teori kritik masyarakat adalah bahwa teori tersebut
bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tapi juga sekaligus
melampaui bangunan ideologis marxisme
Teori kritis menjadi disputasi publik di kalangan filsafat sosial dan
sosiologi pada tahun 1961 di mana teori ini menjadi inspirasi dari gerakan
sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori oleh kaum muda yang pada
waktu itu secara historis telah tidak ingat lagi dengan masa kelaparan dan
kedinginan pasca perang dunia II. Ciri khas teori
kritis adalah bahwa teori ini berbeda dengan pemikiran filsafat dan
sosiologi tradisional. Pendekatan teori kritis tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Teori
kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata
realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya,
Teori kritis mau menjadi praktis.
Sumber
http://www.kompasiana.com/igaceper/teori-peluru-atau-jarum-hipodermik_54f781c2a33311a0718b45db
https://www.academia.edu/7730990/Teori_Komunikasi_Massa_1_Oleh_Agusly_Irawan_S.Sos_M.A_